Dua film
Di minggu ini saya nonton dua film yang berkesan. Meskipun dua-duanya Hollywood punya, tapi tak apalah. Yang penting keduanya berkesan di hati. Yang pertama, Warm Spring; kedua, The Last Samurai.
Saya tak tahan ingin menuliskan kesan ini di blog. Warm Spring bercerita tentang perjuangan Franklin Roosevelt, satu-satunya presiden Amerika yang menjabat selama empat periode. Tidak banyak yang tahu ternyata, sebelum menjadi presiden dia sempat menderita polio yang membuatnya tak bisa berjalan. Saat itu polio adalah salah satu penyakit yang bisa menjadi aib bagi keluarga. Sebelum akhirnya terjun kembali dalam dunia politik, Roosevelt sempat membaktikan dirinya kepada mereka yang mengidap penyakit yang sama. Di sebuah desa di pinggiran Georgia, Warm Spring namanya, dia membeli sebidang tanah dengan uang warisan dari ibunya. Di sana dia mendirikan klinik terapi polio. Awalnya, idenya ditentang oleh orang-orang terdekatnya, terutama ibunya. Dia bersikeras dengan rencananya. Dan bersama dengan merekalah (penderita polio), Roosevelt merasa “hidup” kembali. Semangatnya untuk bisa berjalan lagi semakin menggebu. Apalagi setelah melihat seorang anak kecil yang ikut terapi di tempatnya, mampu berjalan lagi.
Warm Spring adalah sebuah desa yang sepi. Roosevelt sengaja mengunjungi dan tinggal desa ini karena satu hal: kolam renang mineral. Di kolam ini dia punya satu tujuan: melatih kakinya berjalan lagi. Setelah berkali-kali gagal, sedikit demi sedikit Roosevelt mampu melatih kakinya dan mampu berjalan beberapa langkah di air. Berkat seorang wartawan, kabar ini tersiar ke mana-mana. Banyak penderita polio berduyun-duyun mengunjungi kolam renang ini. Setelah mengkampanyekan metode terapinya yang cukup berhasil, cobaan datang kembali menguji Roosevelt. Seorang dokter menyatakan metode terapinya dinyatakan tidak aman. Menerima laporan yang demikian, shock-lah dia. Namun seorang terapisnya berhasil meyakinkan dia bahwa itu hanyalah pendapat dari seorang saja.
Dalam kondisi yang masih kewalahan dengan kemampuan berjalannya, Roosevelt tetap menjadi politisi yang disegani terutama dalam kemampuan speech-nya. Setelah diminta ikut mencalonkan Al Smith sebagai presiden dari partai demokrat, empat tahun kemudian Roosevelt dicalonkan dari partai yang sama dan berhasil menduduki kursi kepresidenan.
Adapun The Last Samurai adalah film yang sebenarnya sudah saya tonton sebelumnya. Entah mengapa, mata ini ingin tetap menontonnya. Satu hal yang menjadi pesan sekaligus kesan dari film ini adalah “kehormatan” (honour). Kehormatan dari seorang “Samurai”. Samurai dalam bahasa Jepang berarti “pelayan”. Tidak terlihat dari penampilannya yang sarat dengan aroma kekerasan, samurai sesungguhnya hadir sebagai pelayan bagi kaisar. Pemberontakan yang mereka lakukan sesungguhnya dalam kerangka melayani kaisar. Bagi mereka, kaisar saat itu menjadi boneka bagi kepentingan orang-orang sekelilingnya.
Bagi seorang samurai, kehormatan adalah segala-galanya. Dari sifat ini lahirlah kedisplinan, keteguhan memegang sikap, gentleman, dan keberanian. Mati sebagai seorang samurai bagi mereka adalah kehormatan. Hal ini menjadi dambaan mereka semua.
Dengan olahan gambar dan akting yang memikat dari para pemainnya, sesungguhnya film ini amat menggugah. Sayangnya, film ini “ternodai” oleh ending ala Hollywood yang suka dengan kebahagiaan, terutama bagi pemeran utamanya yang dalam hal ini adalah Tom Cruise.
px
Saya tak tahan ingin menuliskan kesan ini di blog. Warm Spring bercerita tentang perjuangan Franklin Roosevelt, satu-satunya presiden Amerika yang menjabat selama empat periode. Tidak banyak yang tahu ternyata, sebelum menjadi presiden dia sempat menderita polio yang membuatnya tak bisa berjalan. Saat itu polio adalah salah satu penyakit yang bisa menjadi aib bagi keluarga. Sebelum akhirnya terjun kembali dalam dunia politik, Roosevelt sempat membaktikan dirinya kepada mereka yang mengidap penyakit yang sama. Di sebuah desa di pinggiran Georgia, Warm Spring namanya, dia membeli sebidang tanah dengan uang warisan dari ibunya. Di sana dia mendirikan klinik terapi polio. Awalnya, idenya ditentang oleh orang-orang terdekatnya, terutama ibunya. Dia bersikeras dengan rencananya. Dan bersama dengan merekalah (penderita polio), Roosevelt merasa “hidup” kembali. Semangatnya untuk bisa berjalan lagi semakin menggebu. Apalagi setelah melihat seorang anak kecil yang ikut terapi di tempatnya, mampu berjalan lagi.
Warm Spring adalah sebuah desa yang sepi. Roosevelt sengaja mengunjungi dan tinggal desa ini karena satu hal: kolam renang mineral. Di kolam ini dia punya satu tujuan: melatih kakinya berjalan lagi. Setelah berkali-kali gagal, sedikit demi sedikit Roosevelt mampu melatih kakinya dan mampu berjalan beberapa langkah di air. Berkat seorang wartawan, kabar ini tersiar ke mana-mana. Banyak penderita polio berduyun-duyun mengunjungi kolam renang ini. Setelah mengkampanyekan metode terapinya yang cukup berhasil, cobaan datang kembali menguji Roosevelt. Seorang dokter menyatakan metode terapinya dinyatakan tidak aman. Menerima laporan yang demikian, shock-lah dia. Namun seorang terapisnya berhasil meyakinkan dia bahwa itu hanyalah pendapat dari seorang saja.
Dalam kondisi yang masih kewalahan dengan kemampuan berjalannya, Roosevelt tetap menjadi politisi yang disegani terutama dalam kemampuan speech-nya. Setelah diminta ikut mencalonkan Al Smith sebagai presiden dari partai demokrat, empat tahun kemudian Roosevelt dicalonkan dari partai yang sama dan berhasil menduduki kursi kepresidenan.
Adapun The Last Samurai adalah film yang sebenarnya sudah saya tonton sebelumnya. Entah mengapa, mata ini ingin tetap menontonnya. Satu hal yang menjadi pesan sekaligus kesan dari film ini adalah “kehormatan” (honour). Kehormatan dari seorang “Samurai”. Samurai dalam bahasa Jepang berarti “pelayan”. Tidak terlihat dari penampilannya yang sarat dengan aroma kekerasan, samurai sesungguhnya hadir sebagai pelayan bagi kaisar. Pemberontakan yang mereka lakukan sesungguhnya dalam kerangka melayani kaisar. Bagi mereka, kaisar saat itu menjadi boneka bagi kepentingan orang-orang sekelilingnya.
Bagi seorang samurai, kehormatan adalah segala-galanya. Dari sifat ini lahirlah kedisplinan, keteguhan memegang sikap, gentleman, dan keberanian. Mati sebagai seorang samurai bagi mereka adalah kehormatan. Hal ini menjadi dambaan mereka semua.
Dengan olahan gambar dan akting yang memikat dari para pemainnya, sesungguhnya film ini amat menggugah. Sayangnya, film ini “ternodai” oleh ending ala Hollywood yang suka dengan kebahagiaan, terutama bagi pemeran utamanya yang dalam hal ini adalah Tom Cruise.
px
2 Comments:
di mangga dua dapet film2 apa aja? si willy dapet ga serial film perangnya?
dapet lan, di ambasador. ga mau dia ke mangga dua. kejauhan katanya... :)
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home