Thursday, June 05, 2008

In Memoriam Zainab binti Walan



Satu-satu
Daun berguguran
Jatuh ke bumi
Dimakan usia
Tak terdengar tangis
Tak terdengar tawa
Redalah reda*

Aku masih ingat ketika aku kecil, beliau sering memberiku uang jajan
Ketika di akhir minggu, di hampir setiap bulannya saat aku main ke tempat Uwakku, di Kota Tegal sana
Beliau berikan itu setiap aku hendak pulang
Setelah bersalam-salaman selalu diselipkannya uang itu ditanganku
Beberap lembar uang ratusan, kadang ditambah ribuan
Sebenarnya akupun selalu menantinya
Tapi tentu saja aku tidak menunjukkan warna penantian itu
Malu duongggg…. :p
Bukan kepalang gembira aku menerimanya
He he he …
Maklumlah
Bukankah saat seumuran SD kita semua begitu?
Saat itu biasanya aku pergi dengan bapakku

Saat menginjak SMA aku sering main sendiri kesana
Karena tidak begitu jauh dari sekolahku jaraknya tempat Uwakku itu
Dibanding jika dari rumahku
Setelah pelajaran di hari Sabtu usai
Aku langsung cabut ke sana, menginap barang semalam
Besok siangnya aku langsung pulang
Itupun aku masih diongkosi oleh beliau
Seringnya aku menolak (pan bukan SD lagi… :p)
Jika tidak itu, aku dibekali oleh-oleh lainnya
Entah itu krupuk kulit (rambak kalo bahasa sononya), pepaya, atau lainnya
Beliau selalu memerintahkan anak-anaknya untuk membekali aku dengan sesuatu jika hendak pulang

Aku sering ngobrol dengan beliau jika sudah di sana
Sambil menjahit pakaian pesanan orang beliau berbincang ke sana kemari, ini dan itu
Aku mendengarkannya penuh perhatian di depannya
Aku juga sering dipujinya sampai aku ga enak sendiri karena aku rasa berlebihan beliau menyanjungku
Aku hanya memaknai itu sebagai kasih sayang darinya untukku

Saat kuliah aku jadi jarang ke sana
Bukan cuma faktor jarak tetapi juga karena aku yang sok sibuk jadi “mahasiswa”
Tetapi sesekali jika pulang kampung kucoba mengambil waktu
Menyempatkan diri mampir ke sana

Dan selalu terjadi sambutan semacam itu untukku
Meski tak seintens dulu
Ada satu hal yang aku ingat
Beliau datang menjengukku bersama puteri setianya
Saat aku jatuh sakit cukup serius
Dari rumahnya yang jaraknya ratusan kilo ke rumahku
Padahal waktu itu
Beliau sudah mulai kerepotan berpergian jarak jauh

Aku memang lebih dekat dengan keluarga dari pihak ibukku dibanding dari bapakku
Anehnya, bapakku lebih sering mengajakku ke keluarga dari pihak ibuku ini di banding dari pihaknya
Aku merasa mereka lebih welcome terhadapku daripada yang lain
Dari sejak kecil aku merasakan itu
Itu semua ditambah perangai Uwakku yang begitu sayang padaku
Dengan caranya
Entah sejak kapan
Aku mulai merasakan, mulai menganggap, ia telah menjadi pengganti bundaku
Akupun, tanpa disadari, sering memperlakukan beliau layaknya ibuku
Mengadu, menasehati, bercerita, menyayangnya dan sebagainya

Beberapa waktu kemudian beliau mulai jatuh sakit
Mulai dari darah tinggi, hingga stroke ringan
Aku ingat ketika beliau begitu “rewel” untuk mematuhi saran dan larangan dokter dan kerap diingatkan oleh anak-anaknya namun dia tetap saja membandel
Satu saat, ketika aku singgah, aku pernah mencoba merayunya untuk mematuhi saran dari anaknya, layaknya anak kepada ibunya
Meski terkesan mengiyakan, namun seringnya dia tetap saja membandel
Namanya orang sudah tua, dia akan mulai seperti anak kecil kembali :)

Terakhir aku berkunjung menjenguknya bulan kedua tahun ini
Beliau sudah tidak bisa lagi berbicara
Terbaring sendiri tanpa daya, berselimut pasrah
Kutangkap beban kehidupan masih menggayut di raut wajahnya
Namun isyarat-isyarat cinta dan kasih sayang masih mengalir keluar lewat matanya
Kusalami ia penuh kerinduan dan kepasrahan
Berharap suatu hari aku masih bisa menjenguknya

Namun,
Kemarin, Jumat 30 Mei 2008 beliau tlah berpulang
Tak ada pesan tak ada lisan
Ia pergi dalam kesendirian
Hanya nisan yang berkesan

Selamat jalan Uwakku
Engkau pergi di hari yang baik
Semoga ia membawamu kepada keabadian kebaikan

Lewatmu kutitipkan rinduku kepada bundaku
Semoga rasaku sampai kepadamu

Duhai Pemilik kehidupan
Duahi Pemilik kematian
Ampuni dia sebagaimana dia telah mengampuni orang-orang yang menyakitinya
Tempatkan dia pada kemuliaan tempat-Mu sebagaimana ia telah memuliakan tamu-tamunya
Sayangi dia sebagaimana ia tlah menyebarkan kasih sayang hingga ke pelosok hati ini

Allahumma ighfirlaha wa arhamha wa ‘afiha wa’fu’anha
Allhumma qubroha raudlah min riyadl aljinan
Wa laa taj’al quburoha khufroh min khufari anniira


Memperingati tujuh hari wafatnya Uwakku Zainab binti Walan

* by Iwan Fals

1 Comments:

Blogger Unknown said...

I feel sorry for your lost.... to bad i just find out today. forgive me...

1:52 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home